Kamis, 13 Juni 2013

PEMBINAAN KEBANGSAAN INDONESIA



 Pembinaan Kebangsaan Indonesia

Makna kemerdekaan di era globalisasi bukanlah berarti suatu kemandirian total. Hakekat kemerdekaan di era globalisasi adalah suatu kapasitas yang mandiri yang dimiliki oleh suatu bangsa dalam membina keterbukaan dengan bangsa-bangsa lain didunia, berdasarkan prinsip saling melengkapi atau komplementasi, yang saling menguntungkan. Untuk dapat menjalankan prinsip komplementasi yang saling menguntungkan tersebut, maka suatu bangsa dituntut untuk memiliki daya saing atau competitiveness. Parameter daya saing inilah yang selanjutnya berperan penting dalam menentukan setiap dinamika kehidupan berbangsa. 
Sejalan dengan hal itu, maka kemandirian dan martabat suatu bangsa di era globalisasi akan sangat ditentukan oleh kapasitas bangsa tersebut dalam membina dan mengembangkan suatu pranata ekonomi dan sosial-politik yang menunjang peningkatan daya saing secara terus menerus. Bangsa yang berhasil di era milenium ini adalah bangsa dengan kapasitas daya saing tinggi, yang rakyatnya memiliki kapasitas berpikir yang cerdas, kemampuan imajinasi dan kreasi yang tak terbatas dan mental yang robust atau tahan banting. Bangsa dengan kualitas yang seperti itulah yang akan sanggup berevolusi di era milenium ini dan di masa depan.
Sebaliknya tanpa adanya kapasitas daya saing yang tinggi, maka bangsa tersebut tidak akan mampu memberikan komplementasi yang berarti pada sistem sivilisasi global dan memberikan peran pada sektor-sektor ekonomi yang bernilai tambah tinggi. Bangsa yang demikian, walaupun sarat dengan sumber daya alam akan tergusur dan hanya mampu mengembangkan sektor ekonomi dengan nilai tambah rendah, lingkungan yang semakin rusak dan secara budaya akan terjajah.
Tanpa adanya upaya dan komitmen bagi suatu bangsa untuk meningkatkan daya saingnya, maka kita sangat berisiko menjadi bangsa yang termarginalkan di era kompetisi global. Lemahnya daya saing suatu bangsa akan mengakibatkan rentannya kemandirian bangsa tersebut karena akan terjebak pada dua perangkap globalisasi atau globalisation trap yaitu perangkap teknologi atau technology trapdan perangkap budaya atau culture trap. Kedua perangkap ini umumnya dengan cepat dapat dialami oleh suatu bangsa dengan karakter yang lemah. Sebagai misal perangkap teknologi akan menjebak sebuah bangsa untuk membangun industri yang hanya berbasiskan pada lisensi atau re-alokasi pabrik tanpa adanya pembinaan kapabilitas teknologi, sehingga bangsa tersebut, meskipun tampaknya dapat memfabrikasi berbagai produk, namun esensinya proses fabrikasi itu sebenarnya hanya dilakukan pada tahapan yang relatif tidak atau kurang penting. Adapun tahapan dari proses yang lebih penting (atau sangat penting) dari proses fabrikasi tersebut masih dikuasai oleh negara asing. Sehingga pada akhirnya bangsa yang demikian aktifitas industrinya akan sangat bergantung dengan entitas asing. 
Adapun perangkap budaya umumnya adalah dalam bentuk intervensi tata nilai unsur-unsur asing kepada budaya lokal suatu bangsa. Hal ini sangat dimungkinkan sejalan dengan kemajuan teknologi informasi dan telekomunikasi serta transportasi yang menjadikan interaksi antar manusia menjadi semakin intensif. Teknologi komputer-jaringan atau internet saat ini telah menjadikan transaksi informasi menjadi sangat mudah. Namun, terkadang amalgamasi atau penggabungan antara tata nilai budaya yang berbeda malah menghasilkan jenis budaya baru yang tidak relevan dengan adat istiadat dasar dari bangsa tersebut. Bahkan sering akhirnya bersifat counter-productive pada pembangunan bangsa yang bersangkutan. Dalam kasus Indonesia, misalnya intervensi budaya hedonistik dan materialis berpotensi untuk melunturkan nilai-nilai budaya dasar Indonesia yaitu kekeluargaan dan relijius.
Kedua perangkap yang diulas diatas, haruslah dijadikan sebagai tantangan yang perlu diwaspadai dalam membangun bangsa di era global. Unsur yang sangat penting dalam memperkuat jati diri bangsa dalam menghadapi kedua perangkap tersebut adalah terus menumbuhkembangkan karakter unggul yang dimiliki oleh bangsa ini dan telah dibuktikan aktualisasinya oleh para pendiri bangsa ketika memproklamirkan Kemerdekaan Republik Indonesia.
Sekarang ini setelah 62 tahun merdeka, harus diakui bahwa bangsa Indonesia telah mengalami berbagai dinamika proses transformasi karakter bangsa. Dalam kurun waktu tersebut telah cukup banyak dicapai berbagai hasil pembangunan walaupun harus diakui masih banyak beberapa kekurangan yang perlu ditingkatkan pencapaiannya khususnya terkait dengan kemiskinan dan kesejahteraan masyarakat.
Bangsa kita saat ini dihadapkan pada sejumlah paradoks terkait dengan pembangunan karakter bangsa. Di satu pihak, pembangunan bangsa ini telah mencatat sejumlah prestasi, seperti pertumbuhan ekonomi yang membaik dan hampir mencapai target 6% di tahun 2007 ini, kuota ekspor yang terus meningkat, cadangan devisa yang semakin besar dan jumlah penduduk miskin juga telah semakin berkurang. Namun di pihak lain, kita masih menghadapi sejumlah fenomena seperti kasus korupsi, saling memfitnah dalam kehidupan bernegara dan sejumlah ekses lain yang tidak mencerminkan sifat-sifat karakter unggul yang telah pernah dicontohkan oleh para pendiri bangsa ini.
Oleh karena itu merombak tatanan suatu bangsa di era globalisasi tidak cukup hanya dengan menjadikan masyarakat bangsa tersebut berada dalam tatanan pola kehidupan demokratis yang menghilangkan batas etnis, pluralitas budaya dan heterogenitas politik, akan tetapi di era knowledge based economy dituntut adanya hal yang lebih dari itu, yakni suatu tatanan masyarakat demokratis yang terus melakukan pembelajaran atau learning society dalam upaya untuk mencapai suatu peningkatan kapasitas pengetahuan yang kontinyu sehingga akan terbentuk suatu masyarakat madani yang berdaya saing ataucompetitive civil society. Inilah bentuk masyarakat yang mendukung untuk tercapainya kemandirian dan peningkatan martabat bangsa.
Makna kemerdekaan dari perspektif pembinaan karakter bangsa adalah ketika suatu bangsa sanggup membentuk masyarakat madani yang berdaya saing. Dan hal itu dapat dilakukan berdasarkan pada dua prinsip. Prinsip yang pertama adalah mengutamakan pemberdayaan karakter bangsa terutama kaum mudanya agar menjadi individu yang kreatif. Dan prinsip yang kedua adalah menciptakan suatu tatanan pembangunan nasional yang bersifatinnovation-led development. Atau pembangunan yang berkarakter, yaitu pembangunan yang tidak sekedar mengutamakan aspek fisik belaka, akan tetapi juga menonjolkan aspek pembentukan tata nilai atau value creating sehingga akan memacu terjadinya stimulasi pembentukan karakter yang positif.

Mekanisme Institusional dan Pembinaan Bangsa
Salah satu contoh dimana bangsa ini masih memiliki karakter unggul adalah kenyataan bahwa sejumlah anak-anak didik kita meraih prestasi gemilang dengan menjadi juara dunia olimpiade fisika. Sebuah prestasi yang secara implisit memberikan arti penting bahwasanya bangsa Indonesia juga memiliki kemampuan pola pikirlogic yang unggul dan setara dengan bangsa-bangsa besar di dunia. Catatan prestasi ini juga bukti empiris bahwasanya masih ada komponen bangsa yang tidak malas dan memiliki karakter kerja keras serta sikap bersaing untuk selalu menjadi yang terbaik di era kompetisi inovasi global atau global innovation race. Anak-anak muda kita yang berprestasi ini jelas merupakan produk institusional bidang pendidikan. Sehingga menjadi jelas bagi kita, bahwasanya untuk pembangunan karakter bangsa maka mekanisme institusional memiliki peran yang sangat penting. 
Tanpa adanya mekanisme institusional yang kuat, maka akan berpotensi untuk gagalnya suatu induksi positif dari karakter bangsa yang baik, kepada kanal-kanal komponen bangsa lainnya, sehingga karakter positif tersebut tidak dapat di transmisikan ke seluruh denyut pembangunan.
Apabila kelemahan mekanisme institusional ini dibiarkan maka akan mengakibatkan erosi dari karakter positif bangsa menuju pada tata nilai yang tidak membangun atau counter-productive. Misalnya, lemahnya mekanisme institusional pada pembangunan karakter bangsa akan mempersulit adanya induksi mentalitas bersaing dari para juara olimpiade fisika kepada komponen bangsa lainnya, sehingga para juara olimpiade fisika ini malah mengalami reduksi kapasitas pengetahuan ketika berinteraksi dengan komponen bangsa lainnya.
Pendidikan sebagai mekanisme institusional yang akan mengakselerasi pembinaan karakter bangsa juga berfungsi sebagai arena untuk mencapai tiga hal prinsipil dalam pembinaan karakter bangsa yaitu:
Hal pertama adalah pendidikan sebagai arena untuk re-aktifasi sejumlah karakter luhur bangsa Indonesia. Secara historis bangsa Indonesia adalah bangsa besar yang memiliki karakter kepahlawanan, nasionalisme, sifat heroik, semangat kerja keras serta berani menghadapi tantangan. Kerajaan-kerajaan Nusantara di masa lampau adalah bukti keberhasilan kita membangun karakter yang mencetak tatanan masyarakat maju, berbudaya dan berpengaruh.
Bahkan sampai di era 40-an dan 50-an kita pernah bangga menjadi bangsa Indonesia. Dunia mencatat, bahwa di akhir tahun 40-an, Indonesia adalah salah sat u dari sedikit negara yang merdeka dengan perjuangan berat. Kemudian di tahun 50-an kita pernah bangga sebagai bangsa yang menjadi pusat perhatian dunia ketika kita menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika di Bandung.
Sampai dengan tahun 70-an dunia pendidikan tinggi kita masih bisa berbangga, karena menjadi tempat berguru dari sejumlah mahasiswa dan kaum intelektual mancanegara. Memang kita tidak boleh terlena dengan kejayaan masa lampau, akan tetapi menjadikannya sebagai dorongan untuk peningkatan motivasi dan semangat dalam menapak masa depan merupakan satu hal yang diperlukan dalam rangka memupuk mentalitas positif yang harus kita perjuangkan untuk dapat dibangkitkan kembali. 
Hal kedua adalah pendidikan sebagai sarana untuk membangkitkan suatu karakter bangsa yang dapat mengakselerasi pembangunan sekaligus memobilisasi potensi domestik untuk peningkatan daya saing bangsa. Untuk yang kedua ini maka perkenankan saya menyampaikan dua karakter penting yakni karakter kompetitif dan karakter inovatif.
Karakter kompetitif memiliki esensi sebuah mentalitas dan watak yang mendorong adanya semangat belajar yang tinggi. Pembudayaan karakter ini akan mendorong minat untuk terus melakukan pembelajaran dalam memahami sekaligus mengatasi persoalan yang dihadapi. Karakter kompetitif adalah antagonis atau lawan dari  instan, karena karakter kompetitif akan mendorong adanya upaya perbaikan secara terus menerus dan bertahap ketika menghadapi persaingan yang semakin berat. Dalam kenyataannya, hanya dengan karakter kompetitiflah suatu bangsa dapat mempertahankan keunggulan daya saingnya. Bahkan di eraknowledge based economy, dengan karakter kompetitiflah, suatu bangsa mempertahankan eksistensinya sebagai bangsa yang merdeka.
Karakter inovatif adalah watak dan mentalitas yang selalu mendorong individu dalam melakukan inovasi-inovasi baru pada berbagai hal. Pada hakekatnya inovasi hanya dapat diciptakan setelah melalui serangkaian proses belajar secara kolektif, atau lazim dikenal denganlearning curve. Bangsa yang maju dan modern memiliki sejumlahlearning curve yang dapat menjadi dasar bagi tumbuh dan berkembangnya proses inovasi. Mentalitas inovasi tidak lepas dari proses belajar, termasuk belajar dari kesalahan dan kegagalan di masa lalu.
Hal ketiga adalah pendidikan sebagai sarana untuk menginternalisasikan kedua aspek diatas yakni re-aktifasi sukses budaya masa lampau dan karakter inovatif serta kompetitif, ke dalam segenap sendi-sendi kehidupan bangsa dan program pembangunan. Internalisasi ini harus berupa suatu concerted efforts dari seluruh masyarakat dan pemerintah. 
Maka membangun karakter bangsa untuk mencapai kemandirian, harus diarahkan pada perbaikan dan penyempurnaan mekanisme institusional. Untuk melakukan penyempurnaan mekanisme institusional ini, maka pemerintah telah memberikan perhatian besar dalam pengembangan dunia pendidikan nasional. Pendidikan yang baik dan produktif merupakan sarana paling efektif untuk membina dan menumbuhkembangkan karakter bangsa yang positif. Di samping juga peran pendidikan dalam meningkatkan kualitas hidup dan derajat kesejahteraan masyarakat, yang dapat mengantarkan bangsa kita mencapai kemakmuran.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka pemerintah telah menetapkan bidang pendidikan sebagai agenda penting dalam pembangunan nasional, sekaligus menjadi prioritas utama dalam rencana kerja pemerintah. Komitmen pemerintah ini ditunjukkan dengan alokasi anggaran yang cukup besar untuk pembangunan sektor pendidikan.

1.      Paham Kebangsaan, Rasa Kebangsaan, dan Semangat Kebangsaan
Paham Kebangsaan. Paham Kebangsaan merupakan pengertian yang mendalam tentang apa dan bagaimana bangsa itu mewujudkan masa depannya. Dalam mewujudkan paham tersebut belum diimbangi adanya legitimasi terhadap sistem pendidikan secara nasional, bahkan masih terbatas muatan lokal, sehingga muatan nasional masih diabaikan. Tidak adanya materi pelajaran Moral Pancasila atau Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB) atau sertifikasi terhadap Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) di setiap strata pendidikan, baik formal, nonformal, maupun di masyarakat luas.

Rasa Kebangsaan. Rasa kebangsaan tercermin pada perasaan rakyat, masyarakat dan bangsa terhadap kondisi bangsa Indonesia yang dalam perjalanan hidupnya menuju cita-cita bangsa yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Hal ini masih dirasakan jauh untuk menggapainya, karena lunturnya rasa kebangsaan yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari dengan berbagai peristiwa, baik perasaan mudah tersinggung yang mengakibatkan emosional tinggi yang berujung pada pembunuhan, bahkan pada peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan 17 Agustus yang setiap tahun dirayakan kurang menggema, karena kurangnya penghayatan dan pengamalan terhadap Pancasila. Di samping itu, adanya tuntutan sekelompok masyarakat dengan isu putra daerah terutama dalam Pilkada masih terjadi amuk massa dengan kepentingan sektoral, sehingga akan mengakibatkan pelaksanaan pembangunan nasional terhambat.

Semangat Kebangsaan. Belum terpadunya semangat kebangsaan atau nasionalisme yang merupakan perpaduan atau sinergi dari rasa kebangsaan dan paham kebangsaan. Hal ini tercermin pada sekelompok masyarakat mulai luntur dalam memahami adanya pluralisme, karena pada kenyataannya bangsa Indonesia terdiri atas bermacam suku, golongan dan keturunan yang memiliki ciri lahiriah, kepribadian, kebudayaan yang berbeda, serta tidak menghapus kebhinekaan, melainkan melestarikan dan mengembangkan kebhinekaan sebagai dasarnya.

Penghayatan dan pengamalan Pancasila dalam wawasan kebangsaan yang terasakan saat ini, belum mampu menjaga jati diri, karakter, moral dan kemampuan dalam menghadapi berbagai masalah nasional. Padahal dengan pengalaman krisis multidimensional yang berkepanjangan, agenda pemahaman, penghayatan dan pengamalan Pancasila dalam bentuk wawasan kebangsaan bagi bangsa Indonesia harus diarahkan untuk membentuk serta memperkuat basis budaya agar mampu menjadi tumpuan bagi usaha pembangunan di segala aspek kehidupan maupun di segala bidang.


2.      Pengertian Wawasan Kebangsaan
Istilah Wawasan Kebangsaan terdiri dari dua suku kata yaitu “Wawasan” dan “Kebangsaan” dan secara etimologis istilah wawasan berarti hasil mewawas, tinjauan, pandangan dan dapat juga berarti konsepsi cara pandang (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1998 dalam Suhady 2006: 18).
Wawasan Kebangsaan sangat identik denga Wawasan Nusantara yaitu wawasan/konsepsi cara pandang bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan nasional yang mencakup perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan politik, sosial budaya, ekonomi dan pertahanan keamanan, serta identik pula dengan Wawasan sosial sebagai kemampuan untuk memahami cara-cara penyesuaian diri atau penempatan diri di lingkungan sosial, dalam Suhady (2006: 18-1
Wawasan adalah kemampuan untuk memahami cara memandang sesuatu konsep tertentu yang direfleksikan dalam perilaku tertentu sesuai dengan konsep atau pokok pikiran yang terkandung di dalamnya (Suhadi, 2006).
Kebangsaan berasal dari kata bangsa yang mengandung arti ciri-ciri yang menandai golongan bangsa tertentu dan mengandung arti kesadaran diri sebagai warga dari suatu Negara (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1989 dalam Suhady 2006).
Kebangsaan adalah tindak tanduk kesadaran dan sikap yang memandang diri sebagai suatu kelompok bangsa yang sama dengan keterikatan sosio-kultural yang disepakati bersama (Parangtopo: 1993 dalam Suhady 2006).
Wawasan kebangsaan adalah suatu wawasan yang mementingkan kesepakatan, kesejahteraan, kelemahan dan keamanan bangsa sebagai titik tolak dalam berfalsafah berencana dan bertindak (Suhady, 2006: 19).
Guna penerapan konsep wawasan kebangsaan perlu dipahami 2 aspek yaitu aspek moral karena konsep wawasan kebangsaan mensyaratkan adanya perjanjian diri/ komitmen pada seseorang/ masyarakat untuk turut bekerja bagi kelanjutan eksistensi bangsa dan bagi peningkatan kualitas hidup bangsa, dan aspek intelektual karena konsep wawasan kebangsaan menghendaki pengetahuan yang memadai guna mentuntaskan tantangan yang dihadapi bangsa saat ini dan masa mendatang serta potensi yang dimiliki bangsa (Suhady, 2006).
Wawasan kebangsaan dapat juga diartikan sebagai sudut pandang/ cara memandang yang mengandung kemampuan seseorang atau kelompok orang untuk memahami keberadaan jati diri sebagai suatu bangsa dalam memandang dirinya dan bertingkah laku sesuai falsafah hidup bangsa dalm lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Wawasan menentukan cara bangsa mendayagunakan kondisi geografis Negara, sejarah, sosio-budaya, ekonomi dan politik serta pertahanan keamanan dalam dalam mencapai cita-cita dan menjamin kepentingan nasional.
Wawasan kebangsaan menentukan bangsa menempatkan diri dalam tat berhubungan dengan sesame bangsa dan dalam pergaulan dengan bangsa-bangsa lain di dunia internasional.
Wawasan kebangsaan mengandung komitmen dan semangat persatuan untuk menjamin keberadaan dan peningkatan kualitas kehidupan bangsa dan menghendaki pengetahuan yang memadai tentang tantangan masa kini dan masa mendatang serta berbagai potensi bangsa (Suhady, 2006: 12-20).
3.      Pengertian Wawasan Nusantara
Wawasan nusantara yang biasa disingkat wasantara berasala dari kata wawas (atau dari kata induk mawas)yang mempunyai arti pandang, melihat. Dengan memberikan akhiran -an maka akan mempunyai tambahan arti cara. Wawasan berarti suatu cara pandang/lihat. Kata pandang tidak selamanya dihubungkan dengan panca indera penglihatan tapi dapat diperluas menjadi respon, menyikapi, langkah. Jadi,wawasan adalah suatu cara menyikapi dengan dasar yang tertentu sebagai acuan.

Sedangkan nusantara berasal dari dua kata yaitu nusa dan antara. Nusa merupakan isitilah jawa kuno yang mempunyai arti pulau. Antara mengandung makna ada sesuatu yang diapit. Nusantara berarti pulau yang mengapit. Jika diperluas dapat diartikan sebagai kepulauan yang saling terikat satu sama lain.

Jadi wawasan nusantara secara arti kata adalah cara pandang suatu bangsa berkepulaun dalam menyikapi permasalahan-permasalahan dalam kehidupannya dengan kondisi beraneka ragam (itu adalah defini versi saya). Sedangkan defini sebagai bangsa Indonesia yang notabene adalah negara kepulauan, Wawasan nusantara adalah cara pandang bangsa Indonsia tentang diri dan lingkungan sekitarnya berdasarkan ide nasionalnya yang berlandaskan pancasila dan UUD 1945 yang merupakan aspirasi bangsa Indonsia yang merdeka dan berdaulat untuk mencapai tujuan nasional.

Definisi resminya menurut Ketetapan MPR Tahun 1993 dan 1998 tentang GBHN, Wawasan Nusantara yang merupakan wawasan nasional yang bersumber pada Pancasila dan berdasarkan UUD 1945adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam menyelengarakan kehidupanbermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.


4.   Peran yang dapat dilakukan Mahasiswa dalam menanggulangi kondisi Negara yang diperlukan saat ini

Mahasiswa merupakan salah satu aset Negara dan penerus yang nantinya akan menggantikan kedudukan para pejabat menteri dan presiden dalam mengurus dan mengembangkan Negara ini lebih maju lagi. Upaya merajut wawasan berkebangsaan, tentunya mahasiswa akan mengetahui ada satu potensi besar dalam keragaman kaum muda, keragaman bangsa, dan mengenal suku-suku lain apabila mengimplementasikannya dengan mengadakan satu kegiatan yang mampu mengembangkan wawasan tersebut. Beberapa contoh kasus dalam meningkatkan wawasan kebangsaan:

1. Sederhananya, melalui kegiatan jambore yang diadakan oleh kampus menjadi suatu komunitas generasi muda yang terdidik agar bisa menjadi pilar penyebar semangat cinta Tanah Air, berbudaya unggul, dan berprestasi secara akademik maupun secara kemasyarakatan.

2. Pelaksanaan karya bakti untuk memajukan lingkungan sekitar yang sekiranya membutuhkan bantuan. Dengan begitu, hal ini secara tidak langsung akan mempererat persatuan antara masyarakat dengan mahasiswa.

3. Pelaksanaan makrab (malam keakraban) yang mampu menjalin rasa persatuan yang kuat satu dengan yang lainnya. Hal ini akan menumbuhkan solidaritas yang erat antar mahasiswa maupun dengan para dosennya. ”Dalam setiap kebangkitan sebuah peradaban di belahan dunia manapun maka kita akan menjumpai bahwa pemuda adalah salah satu irama rahasianya”(Hasan Al Banna).

Sejarah mencatat sejak lahirnya bangsa ini pada tanggal 17 agustus 1945 sampai sekarang Indonesia telah banyak mengalami sebuah perjalanan panjang dan sebuah keniscayaan dalam setiap perjalanan pasti terjadi perubahan.Dalam konteks keIndonesiaan kita pun mengalami perubahan yang cukup berarti baik ditingkat lokal maupun global.Namun di sisi lain jelas negeri ini tidak dapat melupakan efek negatif dari perubahan tersebut. Sebut saja seperti terjadinya konflik-konflik yang terjadi baik konflik yang bersifat SARA maupun konflik yang dilatarbelakangi oleh kepentingan politik, maupun ekonomi.
Konflik yang terjadi di negeri kita ini bagaikan sebuah pembukaan dalam sejarah kelam bangsa Indonesia.Masalah bangsa datang silih berganti belum selesai duka negeri Aceh kita kemudian di kejutkan oleh tragedi sunami di jawa belum selesai rehabilitasi secara fisik dan mental muncul masalah lumpur Sidoarjo.pada bidang kesehatan masih berbekas dalam ingatan kita permasalahan kekurangan gizi di beberapa daerah menambah daftar masalah yang harus diselesaikan itu hanya sekelumit masalah yang harus dipecahkan bangsa ini. Akan tetapi ini adalah hal yang harus kita hadapi bersama tanggung jawab ini bukan hanya milik pemerintah tapi ini merupakan sebuah pertanggunjawaban secara kolektif kita yang mengatasnamakan bangsa Indonesia.kita berfikir dan bergerak sekarang atau kita diam sama sekali…
Dari ratusan juta rakyat, sebenarnya Indonesia menyimpan SDM yang potensial yang dibutuhkan untuk dijadikan modal untuk berjuang. Pertanyaan selanjutnya adalah siapa dari SDM yang mempunyai energi besar, mumpuni dan mempunyai daya gedor luar biasa dan telah terbukti dalam sejarah akan sepak terjangnya dalam membangun bangsa kita ini? Kalau dilihat dari sederet sejarah panjang bangsa ini rasanya tidak salah apabila kita menyatakan bahwa para pemudalah yang mempunyai andil besar dalam rangka membangun bangsa ini menuju bangsa yang lebih maju.

Tengok saja sejarah yang dimulai digerakkan Budi utomo tahun 1908 yang merupakan organisasi kebangsaaan pertama, walaupun sebenarnya didalamnya hanya terdiri dari golongan masyarakat tertentu tapi perjuangannya dalam menyerukan kemerdekan sudah merupakan usaha untuk mendorong ke arah kemajuan bangsa ini. Peristiwa Rengas dengklok merupakan peran pemuda yang sangat berarti bagi bangsa Indonesia yang melandasi lahirnya teks Proklamasi. Tragedi 1965 yang berhasil melengserkan orde lama juga tak lepas dari kekuatan dan peran pemuda pada waktu itu dengan ditandainya banyak demonstrasi yang menuntut segera dilakukan perbaikan–perbaikan negeri. Lahirnya peristiwa 1998 yang pada waktu itu dipelopori oleh mahasiswa sebagai elemen dari pemuda yang akhirnya sekali lagi membuktikan kekuatannya yaitu berhasil melengserkan pemerintahan orde baru. Para pemuda dan mahasiswa menuntut adanya reformasi di berbagai bidang guna mewujudkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera dan segera keluar dari krisis ekonomi yang menghantam negeri ini.

Pemuda adalah tulang punggung negara, karenanya masa depan suatu negara sangat tergantung dari peran pemuda itu sendiri. Ditangan pemuda jualah mau kemana negara ini akan dibawa. Mau di beri warna apa bangsa ini, pemudalah yang mempunyai prioritas utama untuk memikul tanggung jawabnya.Tidak dapat dipungkiri, peran pemuda sangat besar bagi kemajuan suatu bangsa karena merekalah tumpuan harapan bagi kelangsungan hidup suatu bangsa.

Dalam sebuah tulisan seorang aktivis kepemudaan mengatakan bahwa generasi muda tidak bisa tidak bisa dilepaskan dari pembangunan negara kita ini karena memiliki empat hal yang ada pada dirinya yaitu semangat mudanya,sifat kritisnya dan kematangan logikanya serta kearifan untuk melihat problem yang sesuai dengan tempatnya.

Maka tak salah kemudian dalam setiap momen bersejerah bangsa ini kita akan menjumpai para pemuda yang melakukan sebuah ”revolusi” peradaban mengatasnamakan Nasionalisme.Dalam sejarah bangsa kita yang mulia ini para pemuda menorehkan tinta emas sebagai garda terdepan perubahan.

5.      Tindakan mengatasi demo anarkhis, perkelahian, perjudian, narkoba, dan sebagainya di kalangan Mahasiswa
            Sebagai mahasiswa,seharusnya mengesampingkan masalah pribadi atau kelompok. Seharusnya kita harus mengedepankan kepentingan bersama. Pikiran positif harus diciptakan semua pihak. Pikiran positif pihak mahasiswa harus diciptakan untuk menjadi lebik bijak. Bahwa polisi adalah aparat yang tidak mementingkan kepentingan politik, mereka hanya sekedar berorientasi melancarkan hambatan yang menganggu keamanan dan ketertiban umum. Mahasiswa juga harus sadar bahwa polisi adalah profesional yang diciptakan untuk menghargai simbol-simbol korpsnya secara mutlak. Simbol kebanggaan korps seperti bendera atau markas harus dijaga dengan darah dan nyawa. Bila simbol kebanggan korps seperti markas mereka diserang maka akan meningkatkan adrenalinnya untuk melakukan tindakan yang diluar rasio akal sehat seorang sipil.
            Demikian juga polisi harus menyadari bahwa mahasiswa adalah seorang intelektual idealis dengan tingkat emosi, rasio dan kebijakan yang belum matang. Bila simbol kesetiakawanan dan perjuangan mereka terusik seperti penyerangan markas HMI maka semua yang bernama mahasiswa di seluruh negeri pasti akan mendidih darahnya. Sehingga apabila oknum mahasiswa dan oknum polisi melakukan hal itu, semua harus menahan diri. Tindakan oknum mahasiswa menyerang pos polisi tidak mewakili tindakan mahasiswa pada umumnya.
            Selain itu, pemerintah perlu melakukan upaya menanamkan nilai-nilai kebangsaan, persatuan dan persaudaraan yang berlandaskan pada Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) agar tumbuh pemahaman demokrasi yang baik di tengah masyarakat. Dan dalam berdemokrasi masyarakat harus memiliki sportivitas yaitu siap kalah dan siap menang. Bila hukum dan keadilan benar-benar dilaksanakan secara jujur dan konsisten, maka gejolak di tengah masyarakat akibat kemiskinan dan kesenjangan ekonomi tidak akan terjadi.

sumber :


http://wmahendra.blogspot.com/2011/04/pembinaan-kebangsaan-indonesia.html
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar